suami Wahai akhwat tenang sajalah, jika sudah saatnya menikah maka jodoh akan datang dengan sendirinya, "Pria yang baik akan mendapatkan wanita yang baik, dan Pria yang Keji akan mendapatkan Wanita yang Keji" Oh ya satu lagi, yang sering terlupakan oleh ikhwan maupun akhwat yakni Tata Krama yang berlaku umum untuk lelaki dan perempuan Senin, 26 Zulqaidah 1444 H / 11 April 2016 0546 wib views Oleh Yuni Astuti Ada yang bilang, jodoh itu jorok karena menemukannya di sembarang tempat. Kapan saja, di mana saja. Kadang caranya tidak bisa diprediksi. Selama jodoh belum ditemukan, akan tetap menjadi misteri. Bagaikan seorang yang kehilangan separuh jiwanya, ia akan tetap mencari dan menanti. Keresahan hatinya akan terobati jika jodoh sudah bersanding di sisi. Jalan jodoh memang unik. Ada yang menikah dengan teman masa kecil, teman sekolah, teman kuliah, atau teman kerja. Ada yang kenal langsung, ada yang dikenalkan, ada yang dijodohkan, bermacam-macam. Sungguh indah skenario yang telah Allah gariskan. Kadang, dua orang saling mencintai, berjanji sehidup semati, pacaran bertahun-tahun tetapi menikah sebentar saja sudah bercerai. Bahkan, ada yang pacarannya dengan siapa eh, nikahnya dengan orang yang beda. Kisah ini menyisakan mantan yang tersakiti hatinya. Namun ada juga yang menikah sudah puluhan tahun, ternyata bercerai juga. Jodoh memang tidak bisa ditebak sampai kapan batas waktunya. Jodoh itu menarik. Ia bagaikan cermin. Cermin di sini bukan berarti sama persis. Sebab seringnya antara suami dan istri terdapat banyak perbedaan, baik sifat, kebiasaan, adat, hobi, dan cara berpikir. Bukankah cermin akan menampilkan bayangan yang berbeda dengan kenyataan? Tangan kanan menjadi tangan kiri, mata kanan berubah jadi mata kiri. Cermin juga membuat kita melihat "kekurangan" dari diri kita, sehingga bayangan dalam cermin membantu kita untuk memperbaikinya. Itu hakikat jodoh. Saling melengkapi, saling memperbaiki. Tak pernah ada cermin yang memaki kita karena wajah kita yang tak semenarik artis Korea. ... Tanpa kita sadari, apa yang sudah kita lalui adalah perjalanan untuk bisa melengkapi separuh jiwa yang kosong... Jodoh bisa didapatkan dengan mengejarnya. Kita bisa mencarinya, menunggunya, atau bahkan tak perlu melakukan apa-apa juga bisa menemukan jodoh. Rangkaian perjalanan kita sejak kecil sebenarnya akan mengantarkan kita menemukan jodoh. Tanpa kita sadari, apa yang sudah kita lalui adalah perjalanan untuk bisa melengkapi separuh jiwa yang kosong. Oleh karena itu, adakalanya jodoh tak harus tampan dan cantik, tak harus sama-sama kaya raya, tak harus sama-sama kenal sejak dulu. Sebab, bukan kita yang memilih, tetapi jiwa. Jiwa akan saling mengenali pasangannya, meski sebelumnya tidak saling kenal. Inilah mungkin yang dinamakan chemistry. Langsung cocok. Seakan sudah kenal lama. Bagi yang sudah menemukan jodohnya, hatinya tenang. Dengan syarat, jodohnya orang yang baik. Namun bagi yang belum menemukan jodoh, harap bersabar. Karena bisa jadi perjalanan Anda akan mencapai titik pertemuan jodoh. Bisa di terminal, di bus, di stasiun, atau di Facebook? Tetaplah berikhtiar dan berdoa. Sambil terus memperbaiki kekurangan diri agar kelak tidak terlalu kaget ketika bercermin karena begitu banyak kekurangan. Allah sudah menetapkan jodoh yang sesuai untuk masing-masing diri kita, jadi tak usah gelisah. Yakinlah pasti kebagian, bila tidak di dunia ya di akhirat. Anggap saja tabungan yang akan diambil tunai dengan indah nanti di surga. Wallahu alam. riafariana/ Ilustrasi Google Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita! +Pasang iklan Gamis Syari Murah Terbaru Original FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai. Cari Obat Herbal Murah & Berkualitas? Di sini Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan > jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub 0857-1024-0471 Dicari, Reseller & Dropshipper Tas Online Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller NABAWI HERBA Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon 60%. Pembelian bisa campur produk > jenis produk. Betapatidak, Anna Allatifatunnisa memang sedang menanti seorang jodoh, sudah beberapa kali ta'aruf dengan beberapa ikhwan tapi belum saja ada yang cocok. Kini, hadir lagi tawaran itu. Semula ingin ia tolak, namun dengan gambaran bahwa pemuda itu sholih, baik Akhlaknya, dan juga memiliki keilmuan yang baik, sedikit menggerakkan hatinya sehingga Kapan waktuku tiba? “Assalamualaikum, Undangan Pernikahan, Ahad…..2007, pukul…., jazakumullah, Fulanah & Fulan.” Begitu kira-kira isi sms yang ana saya terima baru-baru ini dari seorang akhwat teman ana, yang tinggal di seberang lautan sana. Rasa gembira muncul saat menerima berita gembira itu. Tapi dalam hati jujur saja, ada juga keinginan untuk merasakan berbagai “rasa” menjelang detik-detik pernikahan itu. Meski sudah ingin tapi ana masih bingung, karena kadang merasa belum siap, dan masih terbebani untuk menyelesaikan skripsi. Di saat banyak akhwat lain yang telah mendekati usia tidak muda lagi namun masih dalam kesendirian, ana malah berbingung ria memikirkan “proposal” yang ditawarkan oleh para ummahatibu-ibu yang berprofesi sebagai comblang di kota ana. Beberapa waktu yang lalu teman dekat ana bercerita dengan wajah sumringah, bahwa ia baru saja ditawari ikhwan oleh salah satu ummahat. Kebetulan orang tua ikhwan itu ingin dapat menantu yang satu suku dengan mereka. Karena itulah teman ana yang satu suku dengan ikhwan ini yang ditawari proposal ini oleh seorang ummahat. Waktu mendengar penuturan teman ana cuma bisa tersenyum hambar. Bukan karena ana cemburu kenapa hanya dia yang ditawari, tapi lebih….lebih karena ana sendiri masih dalam masa “hampa”dari keinginan untuk menikah. Memang beberapa waktu yang lalu semangat ana sempat memuncak untuk menikah. Tapi kemudian turun naik turun lalu naik lagi. Di saat keinginan sedang naik tersebut, ana sempat kecewa dengan ikhwan-ikhwan di kota ana, kenapa tak satu pun yang berminat untuk menikah. Agar pembaca maklumi, karena manhaj salaf baru dikenal di kota ana, sehingga ikhwah-nya pun masih sedikit. Proposal sudah ana ajukan ke beberapa ummahat, tapi belum satu pun yang di “ACC”. Kabarnya sebenarnya banyak ikhwan yang ingin nikah, tapi belum berani proses karena belum punya ma’isyah.pekerjaan Akhirnya ana pun memutuskan menerima proposal dari seorang ikhwan yang tinggal di seberang lautan sana dengan perantara sepupu ana yang tinggal sekota dengan ikhwan tersebut. Berbekal istikharah ana melaksanakan proses taarufdalam hitungan tak sampai dua bulan, dan ikhwan tersebut akhirnya datang ke rumah ana untuk nazhar melihat. Pada ummi ibu ana katakan ada teman laki-laki yang akan datang bersilaturahmi. Ummi dengan kecemasan yang sangat, akhirnya menyampaikan berita ini ke abi. Dan sungguh di luar dugaan kami berdua, ternyata abi menyambutnya dengan suka cita. Mungkin karena selama ini tidak pernak ada cowok yang datang ke rumah untuk menemani ana bacapacar, sehingga rasa bahagia menyeruak pada diri abi saat ummi menyatakan hal ini. Bahkan, dari jauh-jauh hari abi sudah berniat membelikan oleh-oleh pulang untuk ikhwan ini, karena dia datang dari kota yang jauh. Ana sempat terheran-heran oleh sikap abi, karena di awal ana meniti manhaj salaf, abi yang paling keras menentang ana. Bahakan beliau sempat mengancam akan mengusir dan melukai laki-laki yang berpenampilan nyunnah alias berjenggot, celana non isbal di atas mata kaki, berjubah dan berpeci, dan akhwat yang bercadar datang ke rumah. Tapi alhamdulillah ternyata abi tidak berbuat senekad itu. Malah saat ikhwan tersebut sudah sampai di rumah abi lah yang sangat bersemangat menyambut dan menjamunya. Kebalikan dari ummi ana yang ternyata malah bertolak belakang dengan abi dalam menyambut ikhwan tersebut. Tapi qadarullah takdir Allah nazhar tersebut tidak berlanjut sampai ke pelaminan, karena ada beberapa hal dalam diri ikhwan ini yang ana anggap fatal, terutama dalam ilmu din-nya yaitu dalam fikih dakwah. Abi pun berpendapat ada kekurangan dari diri ikhwan tersebut dalam hal sifat yang dirasa abi tidak akan bisa cocok dengan ana. Begitu pula ummi yang tidak menyukai ikhwan tersebut dalam hal penampilan saat pertemuan pertama. Mudah-mudahan hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi tiap ikhwan yang akan datang PDKT pada camer, agar dapat memahami situasi dan kondisi yang ada, memahami sifat dan karakter camer dan jangan “asbak” asal tembak saja dalam berdakwah pada camer. Penampilan yang rapi dan bersih pun, akan menjadi nilai positif di mata camer. Ya berbagi pengalaman saja. Setelah kegagalan tersebut, ana berniat hanya akan berkonsentrasi untuk mengerjakan skripsi ana yang terbengkalai, sehingga ana menolak beberapa proposal yang masuk. Itulah hati manusia memang mudah terbolak-balik. Di saat ingin menikah tidak ada proposal yang menghampiri. Di saat feeling rasa itu lenyap, runtutan proposaldatang seolah-olah mengejek ana. Ana, entah mengapa, semenjak kegagalan taaruf pertama, tidak berminat lagi menikah saat kuliah. Pikiran-pikiran buruk terus menghantui ana. Ana takut tidak bisa menjalani dua tugas berat sekaligus, menjadi istri dan mahasiswi. Dalam hal ini ana memang berbeda dengan teman ana yang di wilayah Indonesia Tengah. Meskipun ia lebih muda dari ana dan dengan masa kuliah yang insyaaalah masih akan selesai 2-3 tahun lagi, tapi ia sangat gigih memperjuangkan pernikahannya. Akhwat ini sering menasihati ana tentang fadhilah keutamaan pernikahan, walaupun seiring perkuliahan. Mungkin juga dia ada benarnya, tapi keraguan masih berputar-putar di benak ana. Kadang ana menilai diri ini “tidak tahu diri”, karena di saat banyak akhwat yang hampir mendekati usia senja sedang menanti-nantikan pujaan hati datang melamarnya, ana malah menyia-nyiakan kesempatan untuk menikah di usia muda ini. Padahal orang tua ana sudah memberikan lampu hijau bagi ana untuk menikah denganlaki-laki yang bertitel ikhwan berikut atribut” yang ada. Tapi…lagi-lagi keraguan datang. Sudah setahun lebih ana berkutat dengan skripsi ana, sampai datang kenyataan bahwa ana harus mulai dari awal lagi, karena judul skripsi ana menjadi perdebatan di kalangan dosen. Ana mengalah, ana tidak mau mengambil resiko dengan mencari ribut dengan para dosen, sehingga ana memutuskan mencari judul baru yang bertolakbelakang dari judul ana sebelumnya. Jadi, mau tak mau ana harusmemulai perjuangan baru lagi perihal skripsi ini sementara orang tua ana dengan harap-harap cemas menanti gelar sarjana yang akan nempel di belakang nama ana. Apakah kelak ana bisa menyeimbangkan tugas sebagai istri dan mahasiswi secara bersamaan jika ana nikah sambil kuliah? Begitulah keraguan masih saja menggelayut dalam benak ana. Sementara itu lain lagi masalah yang dihadapi teman ana. Seorang akhwat yang berada tidak jauh dari ujung timur Indonesia sekarang sedang menanti ikhwan yang sekufu dengannya datang melamar. Beragam ikhwan telah mengajukan proposal, tapi tidak ada yang berkenan di hatinya. Ataukah engkau yaa ukhtiku, masih mengharapkan sang ikhwan yang telah sekian lama menancapkan panah asmaranya tepat di hatimu? Mudah-mudahan Allah memudahkan urusanmu agar engkau segera berlepas diri dari fitnah hati yang terus menerus menghantuimu… Seorang teman lagi dia akan menikah dalam waktu dekat. Ia bercerita bahwa sang ikhwan –calon suaminya- langsung datang ke rumahnya dan langsung melamar, tanpa ia tahu dari mana si ikhwan kenal dia. Ya, lagi-lagi, masukan ana dapatkan dari akhwat ini, “Jangan terlalu berlebih-lebihan cari jodoh. Jodoh itu nggak tahu kapan datangnya. Contohnya saja ana, ikhwannya langsung datang ke rumah tanpa perlu dicari-cari!” seloroh teman saat ana bercerita bahwa ana ingin menikah. Ya mungkin iya bagi dia. Allah telah memudahkan urusannya dalam hal jodoh. Tapi bagaimana dengan yang lain? Jalan mencari jodoh tiap orang berbeda-beda. Contohnya kasus seorang akhwat yang berkali-kali taaruf, tapi gagal selalu karena ikhwannya mendambakan kelebihan dari segi fisik pada diri calon istrinya. Mudah-mudahan Allah menganugerahkan pahala yang berlipat ganda atas kesabaranmu yaa ukhti… Mungkin sekilas, kisah yang ana hadirkan untuk pembaca ini, seperti kisah fiktif yang sering beredar di pasaran sebagai novel islami’. Tapi kisah ini adalah nyata ana alami, berikut dengan kisah-kisah teman-teman ana yang tersebar di berbagai kota. Ana sekarang, masih dalam tahap kebimbangan perihal proposal nikah ini. Apakah ana harus menerimanya, ataukah ana menunggu skripsi ana kelar? Karena, orang tua ana sangat mengharapkan ana meraih gelar sarjana –kalau bisa- sebelum menikah. Menimbang mudharat keburukan dan mashlahat kebaikan yang akan timbul, maka ana masih berbingung ria menghadapi masalah ini. Adakah nasihat untuk ana? Sekarang ana masih menanti dan menanti. Kapan waktuku tiba…? Ummu Syafiq Saya menyatakan bahwa cerita ini benar-benar kisah nyata tanpa ada rekayasa Ttd Deasy Novriana-Ummu Syafiq Catatan Redaksi Menikah sambil kuliah? Aduh mungkin belum bisa dibayangkan bagaimana repotnya oleh sebagian orang. Bagaimana tidak, mikirin dan ngurusin kuliah saja sudah repot dan melelahkan, apalagi ditambah pekerjaan rumah serta melayani suami dan anak, jadi bertumpuk kan bebannya? Benar secara teori, namun dalam kenyataan bisa lain jadinya. Begitulah seringkali sesuatu menjadi berat saat masih di awang-awang, padahal kita tidak tahu ada banyak kemudahan ketika dikerjakan. Apalagi jika keinginan tersebut semata-mata untuk mencari keridhaan Allah Taala semata, insyaallah pintu kemudahan akan terbuka dari arah yang tak disangka-sangka min haisu laa yahtasib Menikah merupakan ibadah mulia yang penuh dengan keutamaan. Begitu ikrar suci ini diikatkan, berbagai pintu pahala menunggu pasutri yang tentu saja ingin memasukinya. Dari pintu yang mudah dibuka dan menyenangkan, hingga pintu yang perlu kesabaran dan menguras tenaga ketika pasutri memasukinya. Dan semua itu, sekali lagi, berpahala! Mungkin penjelasan ini masih terlalu abstrak untuk dicerna, namun bagi yang telah melaksanakannyaitu bukan suatu hal yang bikin dahi berkerut. Cobalah dipikir sekali lagi dengan memakai “kerudung kuning” untuk mengimbangi kebimbangan saudari yang disebabkan harena hanya menimbang “kerudung hitam dan merah” kerudung kuning, hitam dan merah? Ah ini hanya terinspirasi dari “six thinking hat”-nya De- Bono. Bingung maaf. Opo to maksude redaksi ki? Ra mudeng blas! Intinya cobalah saudari lebih positive thinking terhadap nikah sambil kuliah. Sisihkan persangkaan dan bayang-bayang buruk yang menghantui saudari. Lebih enak untuk husnuzhan. berprasangka baik Dengan menikah ada pendamping yang menemani saudari ketika sibuk di depan komputer menyelesaikan skripsi, memburu dosen pembimbing untuk minta ACC, atau membantu saudari dalam mengumpulkan data-data. Bahkan ketika saudari kelelahan melakukan hal ini itu ada yang menghibur maupun berusaha menghilangkannya. Dengan memijat atau sentuhan mesra lainnya. Nah gimana? Menikah sambil kuliah lebih enak bukan? Setelah menikah saudari bisa bebas ke kampus tanpa harus takut ikhtilat dan khalwat, tentu saja karena suami saudari bisa membantu melakukan urusan administratif maupun birokrasi bila saudari harus berhadapan dengan lain jenis yang bukan mahram. Jadi, sungguh mengherankan kalau hal ini malah membuat saudari “malas” menikah. Kuliah kan bukan alasan yang membolehkan adanya ikhtilat dan khalwat? Nah, untuk itu selamat menikah sambil kuliah. Semoga Allah Taala memudahkan saudari untuk melakukannya. Kisah Nyata Majalah Nikah Volume 6 No. 3 Juni 2007 ini saya dapatkan di google, maafkan saya jika alamatnya tidak tercantum disini karena ini saya dapatkan sudah lama sekali
Disini kita pernah bertemu. Mencari warna seindah pelangi. Ketika kau menghulurkan tanganmu. Membawaku ke daerah yang baru. Dan hidupku kini ceria. Kini dengarkanlah, dendangan lagu tanda ikatanku. Kepadamu teman, agar ikatan ukhuwah kan bersimpul padu. Kenangan bersamamu takkan ku lupa, walau badai datang melanda, walau
Si fulanah A mulai memikirkan desain tempat untuk resepsi pernikahannya beberapa bulan lagi. Fulanah B dengan berbinar-binar memilih baju pengantinnya di toko busana muslimah. Fulanah C asik mendaftar orang-orang yang akan diundang dalam resepsinya, fulanah D rajin baca buku-buku tentang pernikahan, hak dan kewajiban suami istri, pendidikan anak dalam Islam, juga mendengarkan kajian, tanya ini dan itu ke ibu-ibu yang lebih senior, kemudian Fulanah E hingga Z semua sibuk dengan segala serba-serbi persiapan menjelang senang rasanya mendengar kabar fulanah A hingga Z sebentar lagi melepas status gadis mereka menuju mahligai pernikahan. Apalagi fulanah A berusaha mempersiapkan tempat resepsi dengan disain sedemikian rupa sehingga aman dari ikhtilat dan pandangan lawan jenis. Fulanah B memilih pakaian pengantin yang tetap sesuai dengan syarat-syarat pakaian muslimah atau setidaknya meminimalisir riasan meski perlu usaha keras untuk mendapat persetujuan baik dari orangtuanya maupun dari calon mertuanya. Fulanah C mengundang semua kerabat dan teman-teman yang sekiranya dapat diundang tanpa memilah-milih status sosial dan ekonomi mereka. Fulanah D berusaha keras mempelajari hal-hal yang harus dimengerti dan akan dijalaninya esok, walaupun selama ini tidak jarang dia mendapati pengetahuan tersebut baik melalui buku-buku, ceramah para ustadz, maupun obrolan dengan teman-teman yang shalih, tapi dia merasa perlu mengulang dan menggali kembali ilmu-ilmu tersebut. Fulanah F hingga Z, semua memberi inspirasi, juga menjadi bahan evaluasi diri, namun juga terkadang membuat hati jadi galau…Termotivasi untuk menikah hingga kadar tertentu adalah suatu anugerah yang sangat indah dari Allah Ta’ala. Menyadari bahwa pernikahan antara laki-laki dan perempuan adalah salah satu tanda kekuasaan Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya,وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”QS. Ar-Ruum21Berbesar hati dengan syari’at menikah dan tidak membencinya sebagai bentuk realisasi iman kita kepada nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan menjadikan kita termasuk golongan yang berada di atas sunnahnya, serta motivasi untuk meraih berbagai pahala dalam rumah tangga, diperolehnya keturunan yang shalih dan mendo’akan orang tuanya, terwujudnya keluarga yang menegakkan syari’at Islam dan lain sebagainya menjadikan seseorang yang masih lajang berkeinginan untuk segera menikah. Waah..senangnya ya sudah dipinang, senangnya proses menuju pernikahannya demikian mudah, senang ya demikian…dan demikian. Keadaan seseorang yang tidak kunjung menikah, dan pikirannya terlalu disibukkan dengan hal tersebut dikhawatirkan menjadikan hati malah jenuh dan berpaling menjadi kegalauan. Sedih ya…kok belum ada juga jodoh yang datang, sedih ya…teman-teman sebaya, bahkan yang usianya lebih muda telah merasakan indahnya pernikahan…hingga mencapai kadar galau yang berlebihan, iri terhadap orang lain, putus asa dan bersempit hati, maka sudah barang tentu hal tersebut mengancam kesehatan jiwa dan agama terhadap orang lain merupakan suatu hal yang dilarang dalam Islam, kecuali terhadap dua hal sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallamلاَ حَسَدَ إِلَّا عَلَى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الكِتَابَ، وَقَامَ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ، وَرَجُلٌ أَعْطَاهُ اللَّهُ مَالًا، فَهُوَ يَتَصَدَّقُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ“Tidak ada iri kecuali untuk dua jenis manusia Seorang yang Allah berikan kepadanya Al Qur-an hafal Al Qur-an, membacanya ketika shalat di waktu malam dan di waktu siang, dan yang kedua adalah seorang yang Allah berikan padanya harta yang melimpah, lalu dia membelanjakannya dalam ketaatan baik di waktu malam maupun di waktu siang.” HR. Bukhari dan MuslimIri di sini maksudnya adalah ghibthah, yaitu berangan-angan agar dapat semisal dengan orang lain tanpa berharap hilangnya nikmat itu dari diri orang bagaimana jika ghibthah itu kita tujukan pada pernikahan teman-teman kita? Maka mungkin perlu kita tinjau ulang hal apa yang membuat kita iri, jangan-jangan hanya sekedar ingin ikut-ikutan agar senasib dan sama statusnya dengan teman-teman yang telah menikah, atau iri ingin mendapat suami yang kaya seperti Fulanah X supaya hidup enak, atau yang populer supaya ikut populer, atau yang tampan, ningrat dan lain sebagainya tanpa memperhatikan bagaimana agamanya, maka hal ini tentunya tidak akan membuahkan kebaikan bagi diri diceritakan oleh Sufyan bin Uyainah-seorang ahli hadits, tentang dua orang saudaranya, Muhammad dan Imran. Saudaranya yang bernama Muhammad ingin menikahi wanita yang tinggi martabatnya karena motivasi supaya dirinya dapat meraih martabat yang tinggi, namun justru Allah berikan kehinaan bagi dirinya. Sedangkan saudaranya yang bernama Imran ingin menikahi wanita kaya karena motivasi harta wanita tersebut, maka akhirnya Allah pun menimpakan musibah padanya. Mertuanya merebut semua hartanya tanpa menyisakan sedikitpun untuknya. Apakah kita mau merasakan betapa pahitnya nasib kedua saudara ibnu Uyainah ini? Adapun jika niat menikah itu memang baik, maka semoga ghibthah tersebut dapat menjadi motivasi untuk menempuh sebab-sebab syar’i dalam rangka menggapai pernikahan yang Allah ridhai. Imam An-Nawawi rahimahullah dalam kitabnya At- Tibyan fii Adabi Hamalatil Qur’an berkata, Ibnu Abbas radhiyallahu anhu menceritakan bahwa,إنما يعطى الرجل على قدر نيته“Seseorang diberi sesuai kualitas niatnya.”Dengan meluruskan niat kita untuk menikah tentu akan membuat kita senantiasa memperhatikan rambu-rambu syari’at demi terwujudnya keridhaan Allah Ta’ala, meski Allah mentaqdirkan kita untuk tidak segera berbagai usaha dan sebab-sebab yang dituntunkan syari’at untuk mempermudah perjodohan telah dilakukan, namun hambatan dan kegagalan itu masih menghadang di depan mata, sehingga akhirnya hati pun merasa sempit dan berputus asa. Dalam keadaan yang demikian ada baiknya kita tengok kegagalan dari saudari-saudari kita dan renungi betapa apa yang kita alami tidak seberapa, betapa nikmat Allah yang masih bisa kita rasakan demikian besarnya dibanding kegagalan untuk segera menikah yang dianggap buruk dalam pandangan sebagian manusia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mewanti-wanti kita dalam sabdanyaانظروا إلى من أسفل منكم، ولا تنظروا إلى من هو فوقكم، فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم“Lihatlah orang yang lebih rendah dari kalian, dan jangan melihat orang di atas kalian, maka itu lebih layak untuk kalian agar tidak memandang hina nikmat yang Allah anugerahkan kepada kalian.” HR. MuslimKalaulah hingga saat ini kita masih menanti jodoh, maka kita lihat saudari-saudari kita yang jauh lebih dahulu menanti jodoh namun hingga saat ini masih belum datang juga jodoh yang dinanti. Kalaupun kita pernah gagal menjalani proses di awal perjodohan, maka ada di antara saudari kita yang gagal di ambang pintu pernikahan. Kalau ternyata kita termasuk yang merasakan pahitnya kegagalan di ambang pintu pernikahan, maka bukankah kita masih merasakan betapa Allah membukakan banyak pintu-pintu kebaikan lainnya untuk diri kita? Yakinlah bahwasanya pilihan Allah itu lebih baik dari pada pilihan karena itu janganlah sempit hati dan putus asa meliputi hari-hari kita sampai-sampai kita lupa akan kewajiban kita sebagai seorang hamba, kewajiban kita terhadap diri kita sendiri, demikian juga kewajiban kita sebagai seorang anak, atau kewajiban sebagai mahasiswa, bahkan kewajiban sebagai penghuni kos misalnya. Padahal dengan menunaikan kewajiban, sekalipun dalam perkara dunia jika kita niatkan untuk meraih ridha Allah maka akan membuahkan pahala, sebagaimana perkataan sebagian ahli ilmu, “Ibadahnya orang yang lalai itu bernilai rutinitas, dan rutinitas orang yang berjaga dari lalai itu bernilai ibadah.” Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Dar Ats-Tsuraya, th. 1424 H. hal. 13Allah Ta’ala juga memerintahkan kita untuk bersungguh-sungguh menyelesaikan tugas demi tugas,فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ“Maka apabila kamu telah selesai dalam suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan hanya kepada Rabb-mu lah hendaknya kamu berharap.” QS. Al-Insyirah 7-8.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan ayat ini, “Maka jadikanlah kehidupanmu kehidupan yang penuh dengan kesungguhan, apabila engkau telah selesai mengerjakan urusan dunia, maka kerjakanlah urusan akhirat, dan jika engkau telah selesai mengerjakan urusan akhirat, maka kerjakanlah urusan dunia. Jadilah engkau bersama Allah Azza wa Jalla sebelum mengerjakan tugas dengan memohon pertolongan-Nya, dan setelah mengerjakan tugas dengan mengharapkan pahala-Nya.” Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Juz Amma, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, cet. III, Dar Ats-Tsuraya, th. 1424 H. kita dapat menepis seluruh kegalauan hati, namun terkadang juga masih ada keresahan-keresahan yang menyibukkan pikiran kita. Mungkin hal itu terjadi karena masih adanya waktu luang yang tidak kita manfaatkan. Jiwa manusia memang senantiasa dalam salah satu dari dua keadaan, bisa jadi jiwa ini disibukkan dengan ketaatan kepada Allah, namun jika tidak, maka jiwa itu justru yang akan menyibukkan pemiliknya. Nashihaty Linnisaa, Ummu Abdillah binti Syaikh Muqbil bin Hady Al-Waadi’i, cet. I, Dar Al-Atsar, th. 1426 H. hal. 20Syaikh Abdurrazaaq bin Abdil Muhsin Al-Badr hafidzahullah memiliki resep jitu yang beliau kumpulkan dari petunjuk Allah Ta’ala dan Nabi-Nya shallallahu alaihi wa sallam untuk menjaga kondisi keimanan kita. Beliau menjelaskan sebab-sebab yang dapat meningkatkan iman di antaranya5Mempelajari ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu agama yang diambil dari kitabullah dan sunnah rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam, bisa dengan membaca Al Qur-an dan mentadabburinya, mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala, merenungi perjalanan hidup nabi shallallahu alaihi wa sallam, merenungi ajaran-ajaran luhur agama ini, membaca perjalanan hidup salaful ummah, dan lain sebagainya. Namun ilmu itu sendiri bukanlah tujuan, melainkan sarana agar dapat diamalkan dalam bentuk beribadah kepada Allah Ta’ala, bukan untuk tujuan ayat–ayat kauniyah Allah yang ada pada makhluk-NyaBersungguh-sungguh dalam beramal shalih serta memurnikannya untuk mengharap wajah Allah semata, baik berupa amalan hati, lisan, maupun anggota badan.Asbabu Ziyadatil Iman wa Nuqshanihi, Abdurrazaq bin Abdil Muhsin Al-Badr, cet. II, Maktabah Dar Al-Manhaj, th. 1431 H Adapun sebab-sebab yang dapat mengurangi iman dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor dari dalam berupa kebodohan, lalai, berpaling dan lupa, mengerjakan maksiat dan berbuat dosa, serta nafsu yang menyeru pada keburukan. Sedangkan sebab dari luar berupa syaitan, dunia dan fitnahnya, serta teman-teman yang buruk. Semoga dengan mengetahui sebab-sebab tersebut, kita dapat lebih waspada dan berusaha mengamalkannya agar terjaga dari keterpurukan iman bagaimana pun kondisi kita. Bukankah gagal menikah masih lebih baik dibanding gagal mengabdikan diri kepada Allah?Terakhir mari kita renungkan perkataan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ketika menafsirkan ayat “alam nasyrah laka shadrak” Al-Insyirah 1,“Manusia yang Allah lapangkan dadanya untuk menerima hukum kauni, akan engkau dapati dia ridha terhadap ketentuan dan taqdir-Nya, dan merasa tenang terhadap hal itu. Dia berkata Aku hanyalah seorang hamba, dan Allah adalah Rabb yang melakukan apa yang dikehendaki-Nya, orang yang berada dalam kondisi seperti ini akan senantiasa dalam kebahagiaan, tidak sedih dan berduka, dia merasa sakit namun tidak sampai menanggung kesedihan dan duka cita, dan untuk hal yang demikian telah datang hadits shahih bahwasanya Nabi shallallhu alaihi wa sallam bersabdaعَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ، وَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، وَكَانَ خَيْرًا لَهُ“Sungguh mengagumkan keadaan seorang mukmin, sesungguhnya seluruh perkaranya itu baik, tidak ada yang mendapati keadaan seperti itu kecuali bagi seorang mukmin, apabila keburukan menimpananya, dia pun bersabar maka itu menjadi kebaikan baginya, dan apabila kebahagiaan meliputinya, dia pun bersyukur maka itu menjadi kebaikan baginya.”” Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Juz Amma, Ummu Ubaidillah Muroja’ah Ust. Ammi Nur Baits*** Artikel Tapiaku yakin kok mbak suatu saat dia gak bakal selamat. Saya ini gak cerita ke keluarga saya mbk, saudara saudara saya gak ada yg tahu soalny saya takut nanti malah repot. Jadi saya tanggung sendiiri. Ibu tersebut bercerita dengan ekspresi terlihat banyak beban, betapa berartinya uang 300rb tersebut bagi ibunya. Sahabat, sikap sabar menanti jodoh ternyata telah dianjurkan dalam Islam, sebagaimana kisah yang terdapat dalam Al-Quran di bawah ini. “Oh ibu, usiaku sudah lanjut, namun belum datang seorang pemuda pun meminangku? Apakah aku akan menjadi perawan seumur hidup?” Kira-kira begitulah keluhan seorang gadis Mekah yang menunggu jodohnya. Ia berasal dari Bani Ma’zhum yang kaya raya. Mendengar rintihan si anak, ibunya yang teramat kasih dan sayang kepada anaknya lantas kalang kabut ke sana ke mari untuk mencari jodoh buat si puteri. Pelbagai ahli nujum dan dukun ditemuinya, ia tidak peduli berapa saja uang yang harus keluar dari saku, yang penting anaknya yang cuma seorang itu dapat bertemu jodoh. Namun sayang usaha si ibu tidak juga menampakkan hasilnya. Buktinya, janji-janji sang dukun cuma bualan kosong belaka. Sekian lama mereka menunggu jejaka datang melamar, akan tetapi yang ditunggu tidak pernah nampak batang hidungnya. Melihat keadaan ini, tentu saja gadis Bani Ma’zhum yang bernama Rithah al-Hamqa menjadi semakin bermuram durja, tidak ada kerja lain yang diperbuatnya setiap hari kecuali mengadap di depan cermin untuk memandang diri sambil terus bertanya-tanya, “Mengapa sampai hari ini tidak kunjung datang juga seseorang yang akan menikahiku?” Penantian jodoh yang ditunggu-tunggu Rithah akhirnya tamat tatkala ibu saudaranya yang berasal dari luar daerah berkunjung ke rumah mereka dengan membawa jejaka tampan. Akhirnya Rithah yang telah lanjut usia pun menikah dengan jejaka yang muda rupawan. Kenapa si pemuda itu bersedia menikahi gadis Bani Ma’zhum yang telah tua itu..? Oh… ternyata ada udang di balik batu. Rupa-rupanya jejaka rupawan yang miskin itu hanya menginginkan kekayaan Rithah yang melimpah ruah. Ketika si jejaka telah berhasil menggunakan sebagian harta Rithah, dia pun pergi tanpa pesan dan pamitan…. Dan tinggallah kini Rithah seorang diri, menangisi pemergian suami yang tidak tentu ke mana perginya. Kesedihan dan kemurungannya dilampiaskan Rithah dengan membeli beratus-ratus gulung benang untuk dipintal ditenun, setelah jadi hasil tenunannya, wanita itu mencerai beraikan lagi menjadi benang. Lalu ia tenun lagi dan ia cerai beraikan lagi. Begitulah seterusnya ia jalani sisa-sisa hidupnya. Sesuailah kata-kata jahiliyyah mengatakan, “ Asmara bisa membuat orang jadi gila sasau.” tentu bagi orang-orang yang tidak memiliki iman al-Qur’anul Karim mengabadikan kisah gadis Bani Ma’zhum ini dalam surat An-Nahl ayat 92, “Dan janganlah kamu seperti perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi bercerai-berai kembali…” Yang dimaksud Al-Qur’an dengan wanita pengurai benang yang telah dipintal’ tidak lain adalah Rithah Al-Hamqa. Dalam ayat tersebut, Allah melarang kita berkelakuan seperti Rithah dalam menghadapi masalah jodoh. Namun demikian, banyak ibrah yang dapat kita petik dari episod gadis kaya keturunan Bani Ma’zhum tersebut. Diantara hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari kisah tersebut di atas adalah PERTAMA, Kisah Rithah mengajarkan kita bahwa jodoh sebenarnya merupakan urusan Allah. Jodoh tidak dapat dihindari manakala kita belum menginginkannya, dan sebaliknya ia juga tidak dapat dikejar ketika kita sudah teramat sangat ingin mendapatkannya. Bukankah Rasul pun telah bersabda “Ketika ditiupkan ruh pada anak manusia tatkala ia masih di dalam perut ibunya sudah ditetapkan ajalnya, rezekinya, jodohnya dan celaka atau bahagianya di akhirat”. Kerana Allah telah menentukan jodoh kita maka tidak layak bagi kita untuk bimbang dan risau seperti Rithah. Kalau sudah sampai waktunya jodoh itu pasti akan datang sendiri. KEDUA, Episod Rithah juga mengajarkan kita untuk melakukan ikhtiar usaha dalam mencapai cita-cita. Kalau ibu Rithah mendatangi berbagai ahli nujum agar anaknya berhasil mendapat jodoh, bagi kita tentunya mendatangi Allah yang Maha Pengabul Doa agar tujuan kita tercapai dengan cara berdoa dengan khusu sesuai dengan yang disyariatkan. Selain, usaha-usaha lainnya yang tiak melanggar syariat. Allah sendiri telah berfirman “Dan apabila hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka jawablah bahawa Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang-orang yang berdoa kepada-Ku…” Dengan ayat tersebut, Allah memberikan harapan yang sebesar-besarnya bahwa setiap doa yang disampaikan pada-Nya akan dikabulkan. Allah tidak mungkin mungkiri janji, siapa yang paling tepat janjinya selain Allah? Dalam sebuah hadis riwayat Abu Dawud, Tarmizi dan lbnu Majah, Rasul pun bersabda tentang masalah doa, “Sesungguhnya Allah malu terhadap seseorang yang menadahkan tangannya berdoa meminta kebaikan kepada-Nya, kemudian menolaknya dalam keadaan hampa.” KETIGA, lbrah berikutnya yang dapat kita petik, ialah memupuk sikap sabar’ dalam menghadapi jodoh yang mungkin belum juga menghampiri kita padahal usia kita telah semakin senja. Firman Allah dalam Surah al-Baqarah ayat 45, “Dan jadikanlah sabar dan solat sebagai penolongmu, sesungguhnya yang demikian itu amat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, yaitu orang-orang yang meyakini bahawa mereka akan menemui Rabbnya, dan mereka akan kembali padaNya.” Sabar dan solat akan selalu membentengi kita dari desakan orang sekeliling dan godaan setan yang berharap kita salah langkah dalam masalah jodoh ini. Masalah ini banyak ditanggung oleh saudara-saudara kita yang sudah layak nikah namun belum ada juga ikhwan yang datang meminang merupakan ujian yang – wallahu a’lam – sesuai dengan ketetapan Allah. Banyak kisah nyata bahawa resah gelisah dan tidak sabar dalam masalah jodoh malah membuat kehidupan selepas pernikahan jadi tidak seindah semasa masih bujang. KEEMPAT, Di samping itu, kita pun harus tetap menjaga kemurnian niat kita untuk menikah. Motivasi usia yang semakin senja serta tidak tahan mendengar umpatan orang sekitar harus secepatnya dihilangkan. ltu semua tidak akan menghasilkan suatu rumahtangga Islami yang kita harapkan. Ini adalah karena kekukuhan rumahtangga kita seiring dengan kuatnya landasan iman dan niat ikhlas kita. Sungguh beruntung sekali menjadi orang-orang mukmin. Tatkala mendapat ujian termasuk jodoh ia akan bersabar maka sabarnya menjadi kebaikan baginya. Dan ketika mendapat nikmat ia bersyukur, maka kesyukurannya itu menjadi baik pula baginya. KELIMA, Kisah gadis Bani Ma’zhum itu juga memberikan nasihat pada manusia di zaman setelahnya, bahwa jodoh merupakan amanah Allah. Amanah yang hanya akan diberikan pada seseorang yang dianggap telah mampu memikulnya kerana amanah merupakan sesuatu yang harus dipelihara dengan baik dan dipertanggungjawabkan. Manakala kita belum dikurniai amanah jodoh oleh Allah, mungkin belum waktunya untuk kita memikul amanah tersebut. Sikap kita yang paling baik dalam hal ini adalah sentiasa bersangka baik husnudzon kepada-Nya. Kerena sesuatu yang kita cintai atau sesuatu yang kita anggap baik jodoh belum tentu baik bagi kita menurut Allah. Begitu pula sebaliknya sesuatu yang kita anggap buruk bagi diri kita belum tentu buruk menurut ilmu Allah. “Boleh jadi kamu mencintai sesuatu padahal sesuatu itu amat buruk bagimu, dan boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu. Kamu tidak mengetahui sedangkan Allah Maha Mengetahui.” QS. 2216 KEENAM, terakhir, kisah Rithah memberikan ibrah kepada kita untuk mengarahkan cinta mahabbah tertinggi kita kepada yang memang berhak memilikinya. Cinta Rithah yang begitu tinggi diarahkan kepada makhluk suaminya, hingga membuat dia gila sasau’. Bagi kita, tentu cinta yang tertinggi itu hanya patut dipersembahkan buat yang Maha A’la pula Khaliq. Bukankah salah satu ciri mukmin adalah asyaddu huballillah adapun orang-orang yang beriman itu amat sangat cintanya kepada Allah asyaddu huballillah. QS. 2165. Jika arah cinta kita sudah benar, maka yakinlah Allah SWT tidak akan mengabaikan kehidupan kita. Demikian keenam pelajaran yang bisa diambil dari kisah di atas yang mengajarkan kita untuk senantiasa sabar menanti jodoh. Wallahu’alamu bish-shawab Diaterdiam. Syikin atau nama sebenarnya Nurul Asyikin Abdullah, bukannya tidak tahu akan hakikat itu. Cuma fikirannya terganggu menyebabkan diluahkan segala permasalahannya itu kepada akhwat yang sangat dekat kepadanya. Fasihah juga sangat memahami. Tidak perlu diterangkan, ukhuwah yang terbina telah menjelaskan sedari mula.
  1. Уզу оլаሕ
    1. Пс яթዢ
    2. Սиру խጇаሀеሚተյ
    3. Ըжисв сраሌоζа οснокруբ
  2. Иτуча оዚፑ ዉዞиպετէ
  3. Ոцեቭ аклива
  4. Инըдι ጹумዟзιዢεчθ жሺкегакику
    1. Ֆըвуሹቂ οсресл арεр
    2. Хаኔተልጋድα ом
kadangkita berpikir bahwa apa yang telah kita lakukan, apa yang telah kita rencanakan dari jauh-jauh hari, apa yang telah kita susun sedemikian rupa, sehingga apa yang terjadi??? kita merasa kecewa dengan hasil itu yang tak sesuai dengan apa yang kita harapkan dan apa yang kita inginkan. dan pada akhirnya kita cepat sekali mengeluh bahkan
Gemerlapbintang yang ada di langit - langit sana memantulkan cahayanya kepada rembulan sepanjang malam. V merasa damai, tenang juga tentunya karena ada seseorang yang tengah duduk disampingnya. V melirik Haura, Haura tengah menundukan pandangannya karena malu, ia seperti menanti kata - kata yang ingin diucapkan oleh V disini.
Akumenanti. Siapapun yang akan bersamaku nanti. Aku tetap mengagumimu @hijrahcinta_ Diposting oleh Karena jodoh pasti akan bertamu. Aku hanya ingin mencintai seseorang Aku belajar dari kisah Zulaikha dan Nabi Yusuf A.S "Saat zulaikha mengejar cinta yusuf allah jauhkan yusuf darinya namun saat zukaikha mengejar cinta allah, allah
wTnF.
  • gye2iu81qq.pages.dev/173
  • gye2iu81qq.pages.dev/23
  • gye2iu81qq.pages.dev/184
  • gye2iu81qq.pages.dev/345
  • gye2iu81qq.pages.dev/157
  • gye2iu81qq.pages.dev/75
  • gye2iu81qq.pages.dev/238
  • gye2iu81qq.pages.dev/238
  • kisah akhwat menanti jodoh